Hari itu adalah hari yang istimewa bagiku. Hari dimana aku tidak lagi dianggap anak kecil. Ya, hari itu adalah hari pertama aku masuk sekolah dengan status siswa baru di salah satu SMA Negeri di Jakarta. Seperti layaknya siswa baru yang lain, aku jelas belum familiar dengan sekolah baruku. Aku pun menuju papan pengumuman, melihat denah dan segera masuk kelas. Kelas yang terasa asing bagiku karena tidak seorangpun yang aku kenal di kelas itu.
Aku pun segera menuju bangku kosong yang terletak di pojok kiri belakang. Aku duduk dan mencoba menyapa gadis yang duduk di samping kiriku. Namun sepertinya sapaanku tidak direspon. Aku pun mencoba berkenalan dengan gadis itu. “Hallo. Namaku Idham. kamu siapa”, kataku sambil mengulurkan tangan. “Nabilah”,jawabnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku. Apalagi mau membalas uluran tanganku. Melihat suasana yang tampak kurang bersahabat, aku pun memutuskan untuk tidak lagi meneruskan percakapan. lalu aku lihat seorang cewek lain mendekati Nabilah dan berkata pelan[ Namun aku bisa mendengarnya] ,”Apa salahnya orang ngajak berkenalan. Responmu terlalu berlebihan” . “Semua cowok itu sama”, kata Nabilah datar. Lalu teman Nabilah tadi mendekatiku. “Hey”, sapa cewek tersebut. “Hallo”, jawabku. “Aku Shania, kamu?” “Idham”, jawabku singkat. “Oooh, salam kenal ya”, kata Shania sambil tersenyum. Senyum yang menurutku sangat manis. Aku hanya mengangguk. “Sorry ya, temenku emang agak cuek kalo sama cowok. Itu semenjak dia dikhianati cowoknya beberapa waktu lalu”, kata Shania. “Oh, no problem”,jawabku. Tak beberapa lama wali kelas kami datang. Seperti biasa, hari pertama jelas tidak ada materi. Hanya perkenalan dan basa-basi. Sesekali aku melirik ke Nabilah yang menurutku gadis tercantik yang pernah kutemui. Meskipun temannya yang bernama Shania tadi juga cantik. Tak terasa waktu begitu cepat hingga waktu pulang pun tiba. Entah kenapa malamnya aku seperti susah tidur. Terus membayangkan Nabilah. Ada apa denganku ? Jika aku jatuh cinta, maka betapa bodohnya aku. Bahkan Nabilah tidak menunjukkan sikap respek terhadapku. Namun aku tidak bisa melupakannya.Aku berharap pagi cepat datang. Ingin cepat ke sekolah agar bisa bertemu dengannya. Paginya ibuku bahkan terheran-heran karena aku yang biasanya pemalas bisa semangat sekali. Ya, aku memang ingin sekali rasanya cepat bertemu Nabilah. Sampai di sekolah ternyata Shania sudah datang. Namun Nabilah tidak ada. “Nabilah kemana?”,tanyaku. “duduk aja belum kok udah tanya Nabilah. Pasti dari tadi malem nggak bisa tidur mikir Nabilah”,goda Shania. Aku hanya tersenyum. Setengah jam kemudian Nabilah datang. “Bil, ada yang nyari nih”, kata Shania sambil menoleh ke arahku. “Ada apa?”, tanya Nabilah. Masih seperti biasa, dengan muka cuek. Aku hanya menggeleng. Inikah yang aku tunggu ? Yang aku pikirkan sepanjang malam hingga aku tidak bisa tidur ? Dan bahkan aku tidak dihargai samasekali. Padahal aku tidak minta lebih. Dia mau tersenyum saja sudah cukup. Namun aku tetap sabar. Mencoba berfikir positif mungkin Nabilah begitu karena dia baru saja putus dengan pacarnya seperti yang dikatakan Shania kemarin. *************** Hampir dua bulan keadaan hampir tidak ada yang berubah dari teman-temanku. Termasuk Nabilah yang acuh terhadapku. Berbeda dengan Shania yang ceria, sabar dan penuh perhatian. Hingga suatu hari ada kejadian yang benar-benar membuatku kaget. Aku yang waktu itu tidak sengaja menabrak Nabilah ketika akan membuatnya terjatuh dan buku-buku yang dibawanya tercecer. Aku membantu mengambilkan bukunya dan membantunya berdiri. Tapi apa yang aku terima ? Bukan ucapan terimakasih namun malah ucapan,”Kamu tidak perlu membantuku karena aku bisa melakukannya sendiri” . Nabilah pun mengambil bukunya dan pergi. Aku masih terbengong seakan tidak percaya jika apa yang kulakukan terhadap Nabilah selalu salah. Namun baru beberapa langkah aku berjalan, aku mendengar keributan di belakang. Setelah aku mendekat, aku melihat bahwa ada pertengkaran antara Nabilah dengan Shania. Dan aku mulai sadar bahwa keributan tersebut disebabkan ucapan Nabilah terhadapku tadi. “Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu !”,bentak Shania. “Memangnya kenapa, apa masalahnya?” . “Dia bahkan mencoba bersikap sabar karena dia suka sama kamu !!!” . Aku terkejut bukan main. Oh Tuhan, aku yang berusaha menyimpan rasa suka ini dalam-dalam ternyata masih bisa dibaca oleh Shania. Namun tidak cukup sampai disitu. Aku semakin terkejut mendengar perkataan Nabilah,”Tapi aku tidak menyukainya !!! . Bukankah kamu pernah bilang kalo kamu suka sama dia ! Memarahiku tidak ada gunanya” . Lalu aku lihat Shania berlari menuju kelas sambil menangis. Setelah istirahat, pelajaran masih seperti biasa. Namun aku tidak bisa konsentrasi karena masih memikirkan kejadian tadi. Meskipun Shania dan Nabilah sama-sama tidak tau kalo aku tadi mendengar pertengkaran mereka. *** Malam harinya aku membuat keputusan yang mungkin tidak aku pikirkan sebelumnya. Mulai mengambil selembar kertas dan menulis surat untuk SHANIA ! . Ya, untuk apa aku mengejar Nabilah yang jelas-jelas tidak suka terhadapku. Kenapa aku tidak mencoba membuka hati terhadap SHANIA yang selama ini penuh perhatian ? *** Paginya aku menjumpai Shania sudah tersenyum kembali. Padahal baru kemarin aku melihatnya menagis. gadis yang tegar. Itulah yang membuatku mulai menyukai Shania. Pulang sekolah, aku memanggilnya di depan pintu gerbang. Aku pun memberikan surat yang sudah aku persiapkan. “Apa ini ?”, tanya Shania kebingungan. “Baca aja. Tapi dirumah nanti”, jawabku . “Nggak salah kirim kan?”,tanya Shania. “Ya enggak lah”. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Esok harinya kami kembali bertemu disekolah. “Gimana?”,tanyaku. “Ini beneran buat aku ya?”,tanya Shania masih belum yakin. “Iya bener. Diterima enggak?”,tanyaku tidak sabar. Agak lama memang, namun akhirnya Shania menganggukkan kepala. Yesss.. ! Aku pun memeluk Shania. Erat sekali. Mungkin lebih baik seperti ini, kataku dalam hati.
Aku pun segera menuju bangku kosong yang terletak di pojok kiri belakang. Aku duduk dan mencoba menyapa gadis yang duduk di samping kiriku. Namun sepertinya sapaanku tidak direspon. Aku pun mencoba berkenalan dengan gadis itu. “Hallo. Namaku Idham. kamu siapa”, kataku sambil mengulurkan tangan. “Nabilah”,jawabnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku. Apalagi mau membalas uluran tanganku. Melihat suasana yang tampak kurang bersahabat, aku pun memutuskan untuk tidak lagi meneruskan percakapan. lalu aku lihat seorang cewek lain mendekati Nabilah dan berkata pelan[ Namun aku bisa mendengarnya] ,”Apa salahnya orang ngajak berkenalan. Responmu terlalu berlebihan” . “Semua cowok itu sama”, kata Nabilah datar. Lalu teman Nabilah tadi mendekatiku. “Hey”, sapa cewek tersebut. “Hallo”, jawabku. “Aku Shania, kamu?” “Idham”, jawabku singkat. “Oooh, salam kenal ya”, kata Shania sambil tersenyum. Senyum yang menurutku sangat manis. Aku hanya mengangguk. “Sorry ya, temenku emang agak cuek kalo sama cowok. Itu semenjak dia dikhianati cowoknya beberapa waktu lalu”, kata Shania. “Oh, no problem”,jawabku. Tak beberapa lama wali kelas kami datang. Seperti biasa, hari pertama jelas tidak ada materi. Hanya perkenalan dan basa-basi. Sesekali aku melirik ke Nabilah yang menurutku gadis tercantik yang pernah kutemui. Meskipun temannya yang bernama Shania tadi juga cantik. Tak terasa waktu begitu cepat hingga waktu pulang pun tiba. Entah kenapa malamnya aku seperti susah tidur. Terus membayangkan Nabilah. Ada apa denganku ? Jika aku jatuh cinta, maka betapa bodohnya aku. Bahkan Nabilah tidak menunjukkan sikap respek terhadapku. Namun aku tidak bisa melupakannya.Aku berharap pagi cepat datang. Ingin cepat ke sekolah agar bisa bertemu dengannya. Paginya ibuku bahkan terheran-heran karena aku yang biasanya pemalas bisa semangat sekali. Ya, aku memang ingin sekali rasanya cepat bertemu Nabilah. Sampai di sekolah ternyata Shania sudah datang. Namun Nabilah tidak ada. “Nabilah kemana?”,tanyaku. “duduk aja belum kok udah tanya Nabilah. Pasti dari tadi malem nggak bisa tidur mikir Nabilah”,goda Shania. Aku hanya tersenyum. Setengah jam kemudian Nabilah datang. “Bil, ada yang nyari nih”, kata Shania sambil menoleh ke arahku. “Ada apa?”, tanya Nabilah. Masih seperti biasa, dengan muka cuek. Aku hanya menggeleng. Inikah yang aku tunggu ? Yang aku pikirkan sepanjang malam hingga aku tidak bisa tidur ? Dan bahkan aku tidak dihargai samasekali. Padahal aku tidak minta lebih. Dia mau tersenyum saja sudah cukup. Namun aku tetap sabar. Mencoba berfikir positif mungkin Nabilah begitu karena dia baru saja putus dengan pacarnya seperti yang dikatakan Shania kemarin. *************** Hampir dua bulan keadaan hampir tidak ada yang berubah dari teman-temanku. Termasuk Nabilah yang acuh terhadapku. Berbeda dengan Shania yang ceria, sabar dan penuh perhatian. Hingga suatu hari ada kejadian yang benar-benar membuatku kaget. Aku yang waktu itu tidak sengaja menabrak Nabilah ketika akan membuatnya terjatuh dan buku-buku yang dibawanya tercecer. Aku membantu mengambilkan bukunya dan membantunya berdiri. Tapi apa yang aku terima ? Bukan ucapan terimakasih namun malah ucapan,”Kamu tidak perlu membantuku karena aku bisa melakukannya sendiri” . Nabilah pun mengambil bukunya dan pergi. Aku masih terbengong seakan tidak percaya jika apa yang kulakukan terhadap Nabilah selalu salah. Namun baru beberapa langkah aku berjalan, aku mendengar keributan di belakang. Setelah aku mendekat, aku melihat bahwa ada pertengkaran antara Nabilah dengan Shania. Dan aku mulai sadar bahwa keributan tersebut disebabkan ucapan Nabilah terhadapku tadi. “Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu !”,bentak Shania. “Memangnya kenapa, apa masalahnya?” . “Dia bahkan mencoba bersikap sabar karena dia suka sama kamu !!!” . Aku terkejut bukan main. Oh Tuhan, aku yang berusaha menyimpan rasa suka ini dalam-dalam ternyata masih bisa dibaca oleh Shania. Namun tidak cukup sampai disitu. Aku semakin terkejut mendengar perkataan Nabilah,”Tapi aku tidak menyukainya !!! . Bukankah kamu pernah bilang kalo kamu suka sama dia ! Memarahiku tidak ada gunanya” . Lalu aku lihat Shania berlari menuju kelas sambil menangis. Setelah istirahat, pelajaran masih seperti biasa. Namun aku tidak bisa konsentrasi karena masih memikirkan kejadian tadi. Meskipun Shania dan Nabilah sama-sama tidak tau kalo aku tadi mendengar pertengkaran mereka. *** Malam harinya aku membuat keputusan yang mungkin tidak aku pikirkan sebelumnya. Mulai mengambil selembar kertas dan menulis surat untuk SHANIA ! . Ya, untuk apa aku mengejar Nabilah yang jelas-jelas tidak suka terhadapku. Kenapa aku tidak mencoba membuka hati terhadap SHANIA yang selama ini penuh perhatian ? *** Paginya aku menjumpai Shania sudah tersenyum kembali. Padahal baru kemarin aku melihatnya menagis. gadis yang tegar. Itulah yang membuatku mulai menyukai Shania. Pulang sekolah, aku memanggilnya di depan pintu gerbang. Aku pun memberikan surat yang sudah aku persiapkan. “Apa ini ?”, tanya Shania kebingungan. “Baca aja. Tapi dirumah nanti”, jawabku . “Nggak salah kirim kan?”,tanya Shania. “Ya enggak lah”. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Esok harinya kami kembali bertemu disekolah. “Gimana?”,tanyaku. “Ini beneran buat aku ya?”,tanya Shania masih belum yakin. “Iya bener. Diterima enggak?”,tanyaku tidak sabar. Agak lama memang, namun akhirnya Shania menganggukkan kepala. Yesss.. ! Aku pun memeluk Shania. Erat sekali. Mungkin lebih baik seperti ini, kataku dalam hati.
0 comments:
Post a Comment